24 Juli 2013

Jalan yang Sama


Di awal perjamuan akbar itu, Aku selalu mengulang pertanyaan yang sama di dalam hati. Bahkan hingga acara usai dan ragaku telah berjalan meninggalkan petak demi petak tanah pusat menyatunya semangat. Untuk apa kami berkumpul di tempat ini? Orang sebanyak ini, apa yang Aku dan mereka cari?

Tepat sebulan yang lalu, tanggal 21 sampai dengan 24 Juni 2014. Kota Balikpapan, Kalimantan Timur ketambahan begitu banyak pendatang yang hampir berpenampilan sama antara satu dengan yang lainnya. Dari berbagai penjuru daerah di Indonesia. Baik dari pusat kota hingga dari daerah terpencil yang bahkan sangat sulit dijangkau dengan langkah. Pondok Pesantren Hidayatullah Pusat Balikpapan yang bertempat di kawasan Kelurahan Teritip, Balikpapan Timur, sontak kebanjiran warga dadakan. Dan Aku menjadi salah satu di antara ringsekan pendatang itu.

Sejak tanggal 21 Juni 2013, Aku ikut bergabung bersama rombongan untuk saling bersilatul ukhuwah dengan para saudara yang sebelumnya tak pernah kami kenali. Pun melepas rindu pada kawan lama yang dalam hitungan beberapa tahun terakhir tak pernah terdengar kabarnya. Hampir semuanya sudah menikah dan menjadi ibu. Ya, waktu memang cepat mendewasakan kami. Rasanya, baru saja aku lepas seragam sekolahku. Bukan hanya itu, guru-guru yang sudah bersedia membentuk karakterku hingga saat inipun masih ramah seperti dulu. Banyak di antaranya yang bahkan terlihat semakin cantik di usianya yang sudah tidak lagi muda. 

Jama'ah di Masjid Ar-Riyadh by Muh. Abdus Syakur

Pening, pusing! Itu kesan pertamaku. Jujur saja, aku tidak terbiasa melihat ummat yang berkumpul dengan jumlah yang sedemikian besarnya. Padahal di awal-awal itu yang datang baru sebagiannya, sepanjang acara masih banyak saudara yang datang berangsur-angsur hingga mencapai jumlah kurang lebih 6000 orang. Subhanallah!! Lagi-lagi Aku bertanya: Apakah hanya karena acara Silaturrahim Nasional dan Milad ke-40 Hidayatullah sebagai salah satu Organisasi Masyarakat di Indonesia yang menjadi penyebab berkumpulnya kami?



Berawal dari rangkaian acara Rapat Kerja Nasional Pengurus Pusat, Wilayah dan Daerah Muslimat Hidayatullah yang bertujuan untuk semakin merapatkan barisan para ummahat untuk bersama mewujudkan peradaban Islam dengan penyatuan Visi dan Misi yang akan dijalankan. Kami mendapatkan banyak suntikan semangat oleh para Ustadz dan Ustadzah yang sudah malang-melintang dalam jalan dakwah ini. Lika-liku perjuangan yang Subhanallah dahsyat dengan rupa pertolongan Allah yang mengundang decak. Allah itu dekat dengan orang-orang yang berjuang di jalan-Nya, menjadi penggerak dan penerus risalah perjuangannya hingga menggapai cita-cita mulia: Islam tegak di Bumi-Nya


Kita memang tidak boleh fanatik buta, terlalu mencintai suatu ormas yang kita yakini dan tidak menerima masukan dan bahkan tidak berkawan dengan ormas lainnya. Saling membenci, saling menjatuhkan, itu yang harus dihindari dan dibentengi. Tidak boleh merasa diri yang paling benar. Sebab nyatanya kebenaran mutlak hanya dimiliki oleh-Nya. Semua pendakwah memiliki metode dakwahnya masing-masing, yang terpenting adalah harus sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Ummat membutuhkan orang-orang yang dapat menggandeng mereka dan memahamkan apa yang belum mereka ketahui sebelumnya. Bukan dengan cara yang kasar. Bukan dengan cara yang brutal dan bukan dengan cara yang frontal. Hidayatullah ada dalam jalan pendidikan, tarbiyah. Dakwah dengan pendidikan dan pendekatan kepada masyarakatlah yang menjadi tombaknya. Lalu ada saja pertanyaannya: Mengapa itu begitu? Mengapa ini begini? Ya, begitulah. Manusia memang tak luput dari salah. Kekhilafan pada pribadi manusia, janganlah dikaitkan dengan ormas yang menjadi labelnya. Sekalipun efeknya memang saling berimbas. Dan kurasa, ini masalah yang umum dialami oleh semua ormas yang ada. Begitu juga dengan Hidayatullah. Pendakwah juga manusia!


Wawasan kelembagaan Hidayatullahku memang masih sangat minim. Namun setidaknya ada spirit yang bisa kutangkap dari lembaga yang menaungiku kini. Betapa pentingnya kita hidup dalam jama'ah. Sebab jika kita berjama'ah, sulit bagi arus dunia melarutkan kita dalam keindahan fatamorgananya. Ada orang-orang yang selalu bersama dalam menuju-Nya. Mengingatkan ketika kita lupa, memiliki pandangan yang sama untuk menegakkan kalimat Allah di muka Bumi. Menjadikan keluarga sebagai ladang amal dan penegakan peradaban Islam. Muslimah yang bergerak di dalam keluarga untuk melahirkan generasi penerus yang berkualitas. Muslimah yang bahu membahu dalam penegakkan syariah. Dan yang saling menjalin persaudaraan karena Allah saja. 


Subhanallah! Decak kagum terus kudzikirkan menyaksikan lautan manusia yang memadati kampus peradaban islam yang sarat nilai-nilai ukhuwah islamiyah. Banyak cerita yang mengalir beriringan dengan jalan dakwah yang terlalui. Aku bertemu, berjabat tangan dan berangkulan dengan beberapa Ibu yang bersedia membagi kisah dakwah mereka sebagai suntikan semangatku. Betapa Rasulullahpun mengalami banyak goncangan dakwah yang tak menyurutkan langkah beliau demi tegaknya islam di Bumi ini. Lalu apalah kami? yang hanya menjadi bagian ummat yang rentang waktunya sangat jauh dari ketika beliau masih memimpin Islam. Namun nyatanya, berdakwah bukanlah hal mudah. Pengorbanan untuk pembuktian kecintaan terhadap Islam, dan penggadaian jiwa di jalan Allah ini memang besar. Namun, biar bagaimanapun ummat tetap membutuhkan uluran tangan kami. Transfer ilmu yang senyatanya mungkin mereka tidak ketahui sebelumnya. Tidak hanya korban perasaan, bahkan korban raga dan harta. Bagaimana bisa sebuah keluarga beranggotakan 8 jiwa dengan pendapatan bulanan hanya dengan Rp. 300.000. Membina puluhan bahkan ratusan muallaf yang juga hidup dengan keadaan yang sama "kurang"nya. Mengajar mengaji bagi anak-anak yang bahkan tidak bisa membeli peralatan mengajinya. Namun tetap bisa hidup dan merasa cukup bahkan terkadang merasa lebih kaya dari mereka yang secara kasat mata tampak hidup serba ada. 


Usai Rakernas Muslimat Hidayatullah, pembukaan Silatnas Hidayatullah dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2014. Ada beberapa nama pejabat yang turut mendukung terselenggaranya acara ini. Ada Bapak Jusuf Kalla, Awang Faroek Ishaq, dan nama-nama lain yang mengisi acara dengan bidangnya masing-masing. Seperti Prof. Dr. Muhammad Nuh, M.Sc, Dr. Adi Sasono, Prof. Dr. Didin Hafiduddin, M.Sc, Ketua KPK Abraham Samad, Ketua APKASI Isran Noor, Ketua DPD RI Irman Gusman, Prof. Dr. Mahfud MD, Chairul Tanjung, Dr. Adian Husaini, Prof. Dr. Abdul Kadir Gassing, Ketua Umum KNPI Pusat, dan lain lain.


Ya, dari mereka, Aku benar meyakini bahwa siapa yang menolong agama Allah, maka Allahpun akan turun tangan menolongnya. Bukan dari besaran Amplop yang diterima, namun dari besarnya rasa untuk bermanfaat bagi sesama. Jika kami ingin kaya, bukan dengan jalan ini caranya. Pastilah kami telah memilih menjadi karyawan dengan gaji di atas rata-rata. Kehidupan dunia memang penting dicari, namun kehidupan akhirat tidak boleh disingikiri. Jika keduanya sama berjalan dan saling berkaitan, maka Allah akan permudah segala kebutuhan yang ada di depan mata. 



Hanya 4 hari, namun membekas di hati. Sebab tanggal 24 Juni 2013, Aku dan rombongan sudah harus kembali beranjak meninggalkan tempat acara menuju ke tempat tugas. Sungguh, perjumpaan yang sangat berarti. Pertemuan ini menggumpalkan satu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sebelumnya di mana ia akan terus terpatri dalam hati. 


PIAGAM GUNUNG TEMBAK

Bismillaahirrahmanirrahiim
1. Bahwa membangun Peradaban Islam adalah jihad bagi setiap orang yang beriman.

2. Bahwa pusat Peradaban Islam adalah masjid. Oleh karena itu, setiap kader Hidayatullah wajib memakmurkan masjid sebagai pusat kegiatan ibadah, pusat pengembangan ilmu, pusat kebudayaan Islam, pusat pengembangan karakter dan kepemimpinan umat.

3. Bahwa setiap kader Hidayatullah wajib melaksanakan shalat berjamaah di masjid, melazimkan shalat nawafil, terutama qiyamul lail, membaca al-Qur'an dan melaksanakan amalan ibadah sesuai dengan ketentuan syari'ah.

4. Bahwa setiap kader Hidayatullah adalah generasi Rabbani yang wajib menghidupkan majelis ilmu, membangun tradisi keilmuan dan berdakwah menyebarkan Islam. Oleh karena itu kader Hidayatullah wajib berhalaqah sebagai sarana untuk melakukan transformasi ilmu, transformasi karakter dan transformasi sosial.

5. Bahwa kader Hidayatullah harus menjadi generasi yang berkarakter, peduli, suka menolong, gemar berkorban, tawadhu', militan, qana'ah, wara' dan mengutamakan kehidupan akhirat.

6. Bahwa setiap pemimpin dan kader Hidayatullah wajib menjadi teladan di tengah umat. Untuk itu setiap kader harus membangun soliditas jamaah dan ukhuwah Islamiyah.


Gunung Tembak, 24 Juni 2013
Atas Nama Seluruh Jamaah dan Kader Hidayatullah
1. Abdurrahman Muhammad (Pimpinan Umum)
2. Hamim Thohari (Ketua Dewan Syura)


3. Abdullah Ihsan (Ketua Majelis Pertimbangan Pusat)
4. Abdul Mannan (Ketua Umum)




Semoga Allah mengistiqomahkan kita semua, jiwa-jiwa yang menggadaikan jiwa dan raganya untuk berjuang di jalan Allah. Jalan yang telah diatur dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Semoga ukhuwah islamiyah selalu terjaga... Aaaamiin!

Artikel terkait: 
dan masih banyak artikel terkait lainnya.

21 Juli 2013

Ramadhan Kali Ini...

993315_537238986313389_1092090436_nRamadhan, dua tahun ini. Adalah momen yang menyimpan berjuta cerita penuh warna. Perjalanan hijrah yang menuai beragam jenis perjuangan. Sebelumnya, Ramadhanku selalu terisi oleh hal-hal yang berada pada lingkupku saja. Hal-hal yang kusenangi saja. Tidak pernah terfikir untuk mengisinya dengan bentuk kehidupan yang lainnya. Setelah menikah, semua berubah. Aku belajar untuk menjadi lebih matang bersama suamiku. Kami menikah di usia muda menurut banyak orang. Dan hal itu yang membuat kami belajar bahwa menjadi dewasa bersama, juga tak kalah indah dari yang menyatu setelah dewasa. Aku belajar menjadi ibu, menjadi istri, menjadi kawan dan juga menjadi rekan bagi suami dan anakku. Hari-hari yang sebelumnya tak pernah kumengerti kecuali ketika kuhadapi sendiri. Begitu juga dengan Ramadhan kali ini. 

Jika Ramadhan tahun lalu Aku masih berusaha beradaptasi dengan karier baruku sebagai seorang ibu, maka Ramadhan tahun ini 'agak' lebih bisa survive dengan usia Aqilah yang sudah menginjak bulan ke-14nya. Aktifitasku juga tidak hanya dalam lingkup rumah, tapi juga lingkup lingkunganku. Diamanahkan menjadi salah satu pengasuh di Ma'had Hidayatullah, kembali menjadi warna di kehidupanku. Terlebih lagi ketika Ramadhan tiba. Jika sebelumnya, selama sebelas bulan dalam satu tahun suamiku lebih banyak stay di rumah karena juga menjadi salah satu pengasuh Ma'had. Paling hanya sekali waktu bertugas mengisi ta'lim dan khutbah jum'at di luar Ma'had seperti di beberapa perusahaan dan Masjid di wilayah Kutai Barat hingga perbatasan Kalimantan Timur dan Tengah. Itupun hanya dalam hitungan jam dan tidak menginap. Ketika Ramadhan tiba, otomatis permintaan untuk mengisi ta'lim, imam tarawih dan kegiatan da'wah lainnya, menjadi meningkat dan menyita banyak waktu. Lebih dari 15 hari terjadwal untuk menginap di tempat tugasnya, dan beberapa hari diantar jemput. Otomatis, hal tersebut juga membawa pengaruh untukku dan Aqilah yang tidak terbiasa ditinggal lama olehnya. 

Dan jadilah, kegiatanku tanpa suami di sisi, menjadi warna tersendiri yang rasanya 'gado-gado'. Aqilah sakit, Aku sendiri juga sakit karena sedikit letih menyikapi kerewelan Aqilah. Tapi memang, berkah Ramadhan itu indah. Di hari-hari lain memang suamiku selalu ada di dekatku, di bulan Ramadhan saja kami berjauhan. Sebaliknya, saudara-saudara seiman dari berbagai kalangan yang sangat sulit dijamah pada bulan selain Ramadhan, malah erat berjabat dan peluk pada bulan Ramadhan. Mulai dari pejabat hingga masyarakat yang dekat. Mereka yang bahkan harus 'dikejar-kejar' untuk bisa ditemui di luar bulan Ramadhan, kini malah mendatangi kami dengan tangan terbuka lebar. Membawa tanda cinta dan kepeduliannya kepada anak-anak penerus generasi bangsa yang kami asuh. Mereka yang sebenarnya ingin kami kenali, malah terbuka untuk mengenal kami. Canda tawa dan kebersamaan yang terjalin tanpa mengenal kasta, tahta dan strata. Hanya satu kata yakni bersaudara lillaahi ta'aala

Dari Ramadhan yang lalu, hingga Ramadhan yang baru berlangsung di tahun ini. Dua Ramadhan yang kulewatkan tanpa kehadiran keluarga yang sejak lahirku menemani. Namun Allah mengganti kerinduanku itu dengan keluarga baru yang bahkan jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan keluarga kandungku. Disamping santri-santri yang sholih dan sholihah yang senantiasa mengajarkanku dan mengajakku untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Yang keluar dari lisan mereka bukanlah seperti apa bentuk 'baju baru' yang akan digunakan untuk hari raya seperti kebanyakan remaja seusia mereka. Atau apa 'menu' berbuka puasa serta di mana acara buka bersamanya. Bagi santri-santri asuhku, tiap hari pertanyaan yang terlontar tak lain adalah: Berapa banyak halaman Al-Qur'an yang telah berhasil ditartilkan? Berapa banyak hafalan ayat Al-Qur'an yang berhasil diulang? Sebab setiap hari di Ramadhan adalah hari-hari pengejaran target menuju satu cita-cita mulia. Yakni menjadi hamba yang bertaqwa. Aaaamiin!

Saudara-saudara baru kami itu datang dengan membawa senyum dan rasa kekeluargaan mereka, berbagi rezeki yang mereka kumpulkan selama sebelas bulan lamanya. Melaksanakan ifthar jama'i atau berbuka puasa bersama, shalat Maghrib berjama'ah, bertegur sapa, bertukar cerita tentang latar belakang masing-masing. Indah sekali rasanya. Hangat dan bersahabat! Melihat senyum bahagia di wajah para santri atas perhatian yang sekalipun hanya mereka dapatkan pada Ramadhan, rasanya Aku terharu. Ketika Ramadhan tiba dan hasrat ingin berkumpul bersama keluarga tidak dapat ditunaikan karena berusaha untuk mempergiat ibadah, Allah menggantinya dengan jenis kebahagiaan yang lainnya. Yang mungkin tidak akan didapatkan ketika kami berada bersama keluarga. 

Sungguh, kedatangan Ramadhan memang selalu dirindukan. Bulan yang istimewa, pengisi kekuatan rohani untuk melanjutkan kehidupan di tahun selanjutnya. Silatul ukhuwah, berbagi kebahagiaan, berbagi kasih, berlomba-lomba dalam kebaikan, saling meningkatkan kadar keimanan, semua rutinitas khas Ramadhan yang membuat Ramadhan begitu memesona. Membuat jiwa-jiwa yang mendengar lantunan takbir yang bergema bersahutan pertanda perginya tamu mulia, terharu dan dijejali rasa rindu untuk kembali bertemu. 

Semoga usia berkah hingga kembali bisa mereguk indahnya Ramadhan di tahun selanjutnya. Aaaamiin...

Hasil keakraban yang berhasil diabadikan dengan lensa...

IMG_0524IMG_0529IMG_0550IMG_0554IMG_0516
Semoga kita semua berhasil mendapatkan predikat taqwa dari-Nya... Aaamiin!
^_^