4 Agustus 2013

Wanita Sholihah Vs Kesetaraan Gender (Bagian 1)

Saya meyakini akan ada sebagian pembaca yang kontra dengan sedikit hal yang akan Saya tuliskan ini. Namun, saya juga meyakini akan ada sebagian pembaca pula yang pro dengan tulisan ini. Apapun yang terjadi, niat Saya hanya ingin mentransformasikan sekelumit pembahasan mengenai Wanita Sholihah Vs Kesetaraan Gender  yang pernah disampaikan oleh Abu Aqilah dalam sebuah majelis ‘ilmu. Semoga transformasi ilmu ini terhitung pahala di sisi-Nya, امين.
Setiap lelaki –tak perduli bagaimana latar belakangnya, kedudukannya, sifatnya, pendidikannya-, tentu secara naluriahnya menginginkan pendamping seorang wanita yang baik. Baik di sini bisa dijabarkan dalam arti luas. Yakni baik perilakunya, baik tutur katanya, baik pemikirannya, baik hubungannya dengan sesama manusia, dan baik pula hubungannya dengan Rabb-Nya. Bahkan lelaki yang jelas-jelas merasa dirinya tidak baik-pun menginginkan pendamping yang demikian. Tidak ada yang bisa menafikan hal ini. Sekalipun pada kenyataannya, di kemudian hari mereka menikah dengan wanita yang berbeda dengan impian mereka. Hal yang sama tentu juga terjadi pada kaum hawa. Jelas saja, sebab hal ini lumrah dirasakan oleh makhluk yang masih memiliki qolbu sebagai filter perasaan alamiahnya.
Wanita sholihah adalah perwujudan keindahan nyata dari seorang hawa. Lukisan Allah yang terjaga baik dalam titah-Nya. Wanita sholihah adalah bidadari dunia dan akhirat. Bukan wajah yang menjadi takaran kecantikannya. Bukan kemolekan tubuh, bukan pula lenggak lenggoknya yang tampak memesona. Wanita sholihah, kecantikannya terpancar dari keindahan akhlak, ketaatannya kepada Allah dan kecintaannya kepada Rasulullah. Ketaatannya dengan suami, serta kecintaannya kepada orangtua. Keteladanannya bagi anak-anaknya, hubungan baiknya dengan sesama. Tutur katanya yang halus terjaga, auratnya yang tersembunyi di sebalik pakaian syar’i. Indahnya melebihi mutiara. Bahkan bidadari syurga, pantas mencemburuinya.
Wajar saja jika kemudian Rasulullah Saw bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:
“Dunia dan seisinya adalah perhiasan, dan perhiasan yang paling indah adalah wanita sholihah.”
Subhanallah…
Lantas seperti apakah karakter dari wanita sholihah itu? Siapakah yang pantas disebut dengan wanita sholihah? Hanya istri-istri Nabi kah? Atau dari kalangan tertentu sajakah?
Jawabannya: Siapapun wanita di muka Bumi ini, bisa menjadi wanita sholihah selama dirinya memenuhi criteria berikut ini.
1. Wanita Sholihah adalah mereka yang taat pada ajaran Islam. Mereka yang mematuhi dan melaksanakan perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya. Mereka yang senantiasa menyerahkan diri hanya kepada Allah, Rabb semesta alam. Serta mencintai Rasul-Nya. Berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah
2. Wanita Sholihah adalah mereka yang memiliki hawa nafsu, namun bisa mengelolanya dengan baik. Mereka yang bisa menghalau hawa nafsu yang bisa menjerumuskannya dalam jurang kenistaan dan membawanya kepada keburukan.
3. Wanita sholihah adalah mereka yang taat kepada suaminya selama apa yang diperintahkan suaminya tidak bertentang dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam kenyataannya, bentuk ketaatan istri kepada suami yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah juga akan membawa dampak yang baik dalam kelangsungan hidup berumah tangga. Sebab, bentuk ketaatan tersebut akan menambah rahmat Allah atas keluarga yang dipimpin oleh laki-laki yang bertaqwa dan didampingi oleh wanita yang sholihah. Sehingga keluarga tersebut akan harmonis dan penuh kasih sayang. Sebab suami merasa dihargai atas kepemimpinannya, lantas mencurahkan cintanya kepada sang istri. Dan istrinya pun akan semakin taat kepadanya. Anak-anaknya mendapatkan suri tauladan yang baik dari orang tuanya. Tentang bagaimana cara menghormati, menghargai dan berkasih sayang. Sungguh, wanita sholihah ini mendapat ganjaran yang sangat setimpal atas usahanya tersebut. Yakni memasuki syurga dari pintu manapun yang diinginkannya.
Rasulullah SAW bersabda: “Jika seorang istri menunaikan sholat lima waktunya, memelihara kehormatannya, dan taat kepada suaminya, maka ia akan masuk syurga dari pintu mana saja yang disukainya.” Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban.
Bahkan ketaatan seorang istri kepada suaminya ini dalam islam memiliki tingkatan yang disejajarkan dengan jihad fii sabilillah.
4. Wanita sholihah adalah mereka yang mampu menjaga kehormatan mereka dan juga mampu menjaga kehormatan suaminya. Menjaga syahwat suaminya agar tidak terpengaruh pada bujuk rayu syaitan. Wanita sholihah, meliputi tugas mulianya sebagai seorang istri, haruslah bisa menjaga dan mengendalikan syahwat suaminya agar bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Tidak tergoda pada wanita-wanita lain yang mereka temui. Tidak terbujuk bisikan syaitan untuk melampiaskan syahwatnya pada mereka yang tidak halal. Syahwat adalah fitrah semua manusia. Kebutuhan yang tidak dapat dikesampingkan keutamaannya. Karenanya, tugas seorang istri adalah memenuhi ajakan suami untuk beribadah tanpa sedikitpun niatan untuk menolaknya. Hal ini tentu berdampak baik pada tersalurkannya syahwat dalam bentuk ibadah. Penolakan istri tentu akan berakibat yang tidak baik bagi kelangsungan rumah tangga. Memancing kemarahan suami dan mempermudah syaitan untuk menggiringnya dalam kenistaan. Perihal ibadah suami istri ini, islam bahkan mengatur tata caranya yang bahkan menjadi tonggak penentu awal dari lahirnya generasi yang sholih dan sholihah. Yakni diawali dengan membaca basmalah dan do’a jima’.
5. Wanita sholihah adalah mereka yang tidak melangkahkan kaki ke luar rumah melainkan sudah mendapatkan izin dari suaminya. Mengapa demikian? Sebab wanita adalah sarangnya fitnah. Keluarnya wanita dari rumahnya tanpa suaminya dan tanpa seizin suaminya merupakan tindakan memancing fitnah atas dirinya. Hal ini seringkali diabaikan oleh kaum istri. Padahal hal ini sangat riskan menjadi masalah awal perpecahan dalam rumah tangga. Istri adalah tanggung jawab suami, apa yang dilakukan istri juga merupakan tanggung jawab suaminya. Dan semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di yaumil hisab.
Sabda Rasulullah SAW: “Tidak halal bagi seorang istri mengizinkan (orang lain) memasuki rumahnya, sedang suaminya membencinya. Dan ia tidak boleh keluar rumah sedang suaminya tidak menyukainya (hal itu).” diriwayatkan oleh Thabrani.
Hadits tersebut juga dikuatkan oleh firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 33:
” Dan hendaklah kalian tetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, wahai Ahlul Bait (keluarga Rasulullah dan istri-istrinya) dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.”

(Bersambung)