2 Oktober 2013

Tribun Kaltim: Minggu, 29 September 2013

Alhamdulillah... Setelah beberapa bulan vakum dan nggak produktif ngirim ke media, akhirnya bisa juga mengatasi writers block. Tulisan ke dua di bulan September yang dimuat di media. Thanks to Mba Tri Wahyuni Zuhri dan Mba Siska atas informasinya. ^^


25 September 2013

Tanpa Kita

“Masih suka ngintip statusnya Rea, Dan?”
Aku mengangkat bahu. Setiap kali waktu longgarku, rutinitas yang hampir selalu kulakoni adalah meraih ponsel. Membuka 3 media sosial sekaligus. Hanya mencari satu nama yang sudah terpatri jelas dalam ingatan dan hatiku. Bahkan tanpa kukomandopun, tanganku sudah reflex bergerak mengetikkan namanya.
“Pengen tau aja, kok!” sahutku tajam.
“Pamali, Dan. Rea sudah nikah! Jangan gila kamu.”
Aku melemparkan ponselku ke sofa. Ari memang sudah mengetahui semuanya. Sejak dulu, Ari yang tau pasti keadaanku dan Rea.  
“Kamu bodoh! Kalau memang sedalam itu, kenapa nggak dikejar? Malah dibiarin aja disambet orang.”
Aku menghela nafas panjang. Aku bodoh! Memang. Aku mengakuinya dengan segenap jiwa dan perasaanku. Tapi aku tidak menyesal. Apa yang bisa dibanggakan Rea dari seorang pesakitan sepertiku? Melindungi dirik sendiri dari penyakit saja aku tak sanggup. Jangankan menjaganya, membahagiakannyapun bahkan aku tak kuasa.
“Penyakit itu dilawan Dan!”
Aku kembali mengangkat bahu. Untuk bisa tetap bekerja saja, sudah menjadi mukjizat buatku. Bagaimana jika bersama Rea? Mungkin semuanya akan terasa sempurna.
***
Kling… kling…
Nada pemberitahuan ponselku berbunyi nyaring. Salah satu media sosial mengabarkan kepadaku aktifitas terbaru dari akun milik Rea. Status yang sendu.
Sudah berusaha tapi nggak bisa! Aku terlalu lemah.
Rasanya jariku terlalu lincah untuk bisa kutahan laju gerakannya. Dalam sekejap, sebuah pesan singkat terkirim ke akun Rea.
Kamu kenapa Re?
Aku rasa, sekalipun singkat, kalimat itu bermakna dalam di hati Rea. Wanita impian yang telah mengisi hatiku sejak tujuh tahun lalu. Aku bahkan tak menyangka ia membalas pesanku, yang bahkan membuatku sumringah sekalipun belum membaca isinya.
Nggak apa Dan. Sedikit privasi.

Aku bertahan sejenak. Kali ini benar-benar bertekad untuk tidak membalas. Kita sudah bukan lagi kita. Kita dulu kini telah berubah menjadi aku dan kamu. Sekalipun begitu, semoga kau izinkan aku untuk tetap menatap ke arahmu. Hingga kelak aku yakin, aku dan kamu bisa bahagia bernafas tanpa kita. 

Tak Terkenang

“Mungkin Abang memang nggak tau, atau mungkin nggak mau tau gimana perasaan Neng selama ini sama Abang.  Tapi Neng selama ini merasa benar-benar bodoh. Dengan rela hati ditarik ulur semaunya Abang. Setahun Abang hilang begitu saja! Neng coba membuka hati pada orang lain yang mungkin bisa menyembuhkan rasa sakit hati Neng. Setelah Neng mulai bisa melupakan Abang, Abang malah datang lagi memberi apa yang Neng harapkan. Ini nggak hanya terjadi sekali, Bang! Berkali-kali.”
Tekadku bulat. Semua yang menyiksa batin ini harus kuungkapkan. Aku tidak ingin bayangan ini menghantui hingga masa nanti. Aku benar-benar ingin berhenti.
“Abang minta maaf Neng. Abang nggak menyangka kalau ternyata sikap Abang sudah membuat Neng susah.”
Bukan!! Bukan maafmu yang kutunggu.Bukan kata-kata itu yang ingin kudengar.
“Abang nggak salah. Yang salah itu Neng karena terlalu banyak berharap sama Abang. Abang kayak gitu ke semua perempuan, kan? Nggak hanya sama Neng, kan?”
“Neng… Abang sayang sama Neng. Tapi Abang sadar diri kalau Abang nggak pantas jadi pendamping Neng.”
Aku menghembuskan nafasku kasar. Mencoba memperkuat pertahanan agar tak goyah diterpa badai yang menyesakkan dadaku. Sekuat tenaga kutahan lahar panas yang siap terjun dari mataku. Begitu banyak kata yang ingin kusampaikan padanya. Tanya yang tak pernah terjawabpun sudah antri untuk segera terlontar.
“Apa itu alasan kenapa Abang boleh datang dan pergi sesuka hati Abang?”
Diam. Hening. Hanya derasnya hembusan angin pantai yang menyibak pashmina unguku, yang mengambil alih perannya.
“Abang akan kembali Neng. Abang sudah berjanji pada diri Abang sendiri untuk menjemput Neng. Abang sedang mempersiapkan semuanya untuk Neng. Agar Abang layak bersanding sebagai pemimpin Neng.”
“Kenapa baru sekarang Abang buka suara? Kemarin-kemarin Abang ke mana saja? Abang fikir gampang menjaga hati pada orang yang bahkan nggak pernah ngasih kepastian apa-apa? Neng sudah seperti pesakitan karena Abang. Begitu banyak kesia-siaan yang Neng lakukan demi menunggu sesuatu yang nggak pasti. Banyak hati yang Neng sakiti tanpa sebab yang pasti. Dan Abang masih bisa tenang saja kembali lagi tanpa beban.”
“Abang terlalu sibuk dengan dunia Abang sendiri Neng. Dunia yang Abang bangun atas dasar ingin membahagiakan Neng di kemudian hari. Sedikit lagi Neng. Semua sudah siap. Tinggal sedikit lagi. Sesegera mungkin Abang jemput Neng.”
Aku menggeleng lemah. Sembari mencurahkan sesak yang sudah berhambur membasahi wajahku. Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar untuk bertahan pada kesia-siaan. Tinggal selangkah menuju impian, bukan suatu hal yang mudah untuk melupakan.
***
Kupandang lelaki penuh cinta dan kasih sayang tulus yang duduk di hadapanku. Memangku anak lelaki kecil yang tampan sepertinya. Dua lelaki yang teramat sangat kucintai. Ia yang berhasil membuatku berani membuka mata untuk dunia yang belum pernah kutatap sebelumnya. Keteguhannya membuatku tak pernah menyesal memilihnya menjadi masa depan. Ia yang menggenggam jemariku untuk tidak kembali ke masa lalu. Sekalipun masa lalu itu, kini duduk bersama dengan kami. Ia masih sendiri, bersama masa lalu yang ia kekalkan sendiri. Masa lalu yang tak ingin kujamah lagi.
“Rasanya dulu kita pernah makan satu meja juga ya, Neng?” tanyanya.
Suamiku tertawa renyah. Tak ada kesan negatif dalam tuturnya, “Tapi dulu belum ada saya dan Arkam ya, Bang!”

Ya, kita memang mungkin akan berada pada dejavu masa lalu. Tapi kita tidak akan kembali. 

16 September 2013

Info Kirim Naskah Ke Penerbit Salamadani

Ayo menjadi penulis best-seller bersama penerbit Grafindo-Salamadani!
Ingin jadi penulis terkenal? Atau punya naskah keren yang beda dari yang lain, tetapi bingung mau dikirimkan ke mana? Tidak usah bingung, ayo terbitkan naskah Anda di Grafindo-Salamadani.
Kami akan mendukung langkah Anda untuk menjadi penulis profesional! Sebelum Anda mengirim naskah ke Grafindo-Salamadani, cari tahu dulu persyaratannya.
Kami punya empat kategori naskah yang bisa Anda kirimkan. Baca syarat dan ketentuannya di bawah ini.
Syarat Umum:
  • Tulisan utuh/padu.
  • Orisinal dan belum pernah diterbitkan.
  • Lebih disukai naskah lengkap, bukan berupa sampel.
  • Memiliki nilai komersial.
  • Diketik menggunakan program microsoft office word atau open office
(Kertas A4; spasi 1,5; Times News Roman 12; masing-masing margin 1”)
  • Tema naskah bebas, selama tidak menyinggung SARA dan vulgar.
  • Naskah sebaiknya sudah dijilid agar tidak tercecer selama dibaca oleh tim redaksi.
Kategori Naskah
  1. Anak dan Remaja
  • Panjang naskah novel anak 100-150 halaman (boleh lebih, asal tidak berlebihan)
  • Panjang naskah novel remaja 150-200 halaman (boleh lebih, asal tidak berlebihan)
  • Sertakan contoh ilustrasi(untuk naskah yang ilustrasinya dari penulis) atau petunjuk ilustrasi (untuk naskah yang ilustrasinya dari penerbit).
Adapun jenis naskah yang dicari adalah:
- Novel Anak
- Novel Remaja
- Komik
- Nonfiksi Anak/Remaja
- Agama Islam
- Picture book
- dll
  1. Fiksi
  • Panjang naskah 200-250 halaman (boleh lebih, asal tidak berlebihan)
  • Tema naskah bebas, selama tidak menyinggung SARA dan vulgar.
  • Naskah sebaiknya sudah dijilid agar tidak tercecer selama dibaca oleh tim redaksi.
Adapun jenis naskah yang dicari adalah:
- Novel
- Komik
- Memoar
- Humor
- dll
  1. Non Fiksi
  • Panjang naskah 200-250 halaman (boleh lebih, asal tidak berlebihan)
Adapun kategori naskah yang dicari:
- Pengembangan diri (self improvement)
How to
- Politik/Sejarah
- Hukum
- Kumpulan Esai
Traveling
- Psikologi
- Tema Aktual
- Hobi
- Biografi
- Bisnis/Manajemen
Parenting
- Pengetahuan populer
- dll
  1. Agama Islam
  • Panjang naskah 200-250 halaman (boleh lebih, asal tidak berlebihan)
Adapun kategori naskah yang dicari:
- Fiqih
- Aqidah
- Dakwah
- Komik
- dll
Sebelum mengirimkan naskah Anda, jangan lupa untuk menyertakan formulir pengiriman naskah yang bisa diunduh DI SINI
Cantumkan kategori naskah di sudut kiri atas amplop, Fiksi/Nonfiksi/Anak-Remaja/Agama Islam untuk memudahkan proses seleksi/pengkategorian.
Kirimkan naskah dalam bentuk print out yang sudah dijilid rapi. Sertakan sinopsis lengkap dan formulir pengiriman naskah ke:
REDAKSI GRAFINDO-SALAMADANI
Jl. Pasirwangi No. 1 Soekarno-Hatta
Bandung 40254
Anda juga bisa mengirimkan naskah Anda melaui email. Cantumkan kategori naskah pada subjek email, lalu kirim naskah Anda beserta sinopsis lengkap dan formulir pengiriman naskah ke teguh.hudaya@grafindo.co.id .
Setiap naskah akan diproses langsung oleh redaksi. Waktu yang diperlukan sekitar 1-3 bulan, mengingat banyaknya naskah masuk setiap harinya. Ingat, kami tidak memungut bayaran apa pun dari penulis yang ingin menerbitkan naskahnya.
Terus berkarya! 
- See more at: http://www.grafindo.co.id/grafindo/index.php?option=com_content&view=article&id=71&Itemid=195#sthash.u9mSch9a.dpuf

4 Agustus 2013

Wanita Sholihah Vs Kesetaraan Gender (Bagian 1)

Saya meyakini akan ada sebagian pembaca yang kontra dengan sedikit hal yang akan Saya tuliskan ini. Namun, saya juga meyakini akan ada sebagian pembaca pula yang pro dengan tulisan ini. Apapun yang terjadi, niat Saya hanya ingin mentransformasikan sekelumit pembahasan mengenai Wanita Sholihah Vs Kesetaraan Gender  yang pernah disampaikan oleh Abu Aqilah dalam sebuah majelis ‘ilmu. Semoga transformasi ilmu ini terhitung pahala di sisi-Nya, امين.
Setiap lelaki –tak perduli bagaimana latar belakangnya, kedudukannya, sifatnya, pendidikannya-, tentu secara naluriahnya menginginkan pendamping seorang wanita yang baik. Baik di sini bisa dijabarkan dalam arti luas. Yakni baik perilakunya, baik tutur katanya, baik pemikirannya, baik hubungannya dengan sesama manusia, dan baik pula hubungannya dengan Rabb-Nya. Bahkan lelaki yang jelas-jelas merasa dirinya tidak baik-pun menginginkan pendamping yang demikian. Tidak ada yang bisa menafikan hal ini. Sekalipun pada kenyataannya, di kemudian hari mereka menikah dengan wanita yang berbeda dengan impian mereka. Hal yang sama tentu juga terjadi pada kaum hawa. Jelas saja, sebab hal ini lumrah dirasakan oleh makhluk yang masih memiliki qolbu sebagai filter perasaan alamiahnya.
Wanita sholihah adalah perwujudan keindahan nyata dari seorang hawa. Lukisan Allah yang terjaga baik dalam titah-Nya. Wanita sholihah adalah bidadari dunia dan akhirat. Bukan wajah yang menjadi takaran kecantikannya. Bukan kemolekan tubuh, bukan pula lenggak lenggoknya yang tampak memesona. Wanita sholihah, kecantikannya terpancar dari keindahan akhlak, ketaatannya kepada Allah dan kecintaannya kepada Rasulullah. Ketaatannya dengan suami, serta kecintaannya kepada orangtua. Keteladanannya bagi anak-anaknya, hubungan baiknya dengan sesama. Tutur katanya yang halus terjaga, auratnya yang tersembunyi di sebalik pakaian syar’i. Indahnya melebihi mutiara. Bahkan bidadari syurga, pantas mencemburuinya.
Wajar saja jika kemudian Rasulullah Saw bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:
“Dunia dan seisinya adalah perhiasan, dan perhiasan yang paling indah adalah wanita sholihah.”
Subhanallah…
Lantas seperti apakah karakter dari wanita sholihah itu? Siapakah yang pantas disebut dengan wanita sholihah? Hanya istri-istri Nabi kah? Atau dari kalangan tertentu sajakah?
Jawabannya: Siapapun wanita di muka Bumi ini, bisa menjadi wanita sholihah selama dirinya memenuhi criteria berikut ini.
1. Wanita Sholihah adalah mereka yang taat pada ajaran Islam. Mereka yang mematuhi dan melaksanakan perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya. Mereka yang senantiasa menyerahkan diri hanya kepada Allah, Rabb semesta alam. Serta mencintai Rasul-Nya. Berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah
2. Wanita Sholihah adalah mereka yang memiliki hawa nafsu, namun bisa mengelolanya dengan baik. Mereka yang bisa menghalau hawa nafsu yang bisa menjerumuskannya dalam jurang kenistaan dan membawanya kepada keburukan.
3. Wanita sholihah adalah mereka yang taat kepada suaminya selama apa yang diperintahkan suaminya tidak bertentang dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam kenyataannya, bentuk ketaatan istri kepada suami yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah juga akan membawa dampak yang baik dalam kelangsungan hidup berumah tangga. Sebab, bentuk ketaatan tersebut akan menambah rahmat Allah atas keluarga yang dipimpin oleh laki-laki yang bertaqwa dan didampingi oleh wanita yang sholihah. Sehingga keluarga tersebut akan harmonis dan penuh kasih sayang. Sebab suami merasa dihargai atas kepemimpinannya, lantas mencurahkan cintanya kepada sang istri. Dan istrinya pun akan semakin taat kepadanya. Anak-anaknya mendapatkan suri tauladan yang baik dari orang tuanya. Tentang bagaimana cara menghormati, menghargai dan berkasih sayang. Sungguh, wanita sholihah ini mendapat ganjaran yang sangat setimpal atas usahanya tersebut. Yakni memasuki syurga dari pintu manapun yang diinginkannya.
Rasulullah SAW bersabda: “Jika seorang istri menunaikan sholat lima waktunya, memelihara kehormatannya, dan taat kepada suaminya, maka ia akan masuk syurga dari pintu mana saja yang disukainya.” Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban.
Bahkan ketaatan seorang istri kepada suaminya ini dalam islam memiliki tingkatan yang disejajarkan dengan jihad fii sabilillah.
4. Wanita sholihah adalah mereka yang mampu menjaga kehormatan mereka dan juga mampu menjaga kehormatan suaminya. Menjaga syahwat suaminya agar tidak terpengaruh pada bujuk rayu syaitan. Wanita sholihah, meliputi tugas mulianya sebagai seorang istri, haruslah bisa menjaga dan mengendalikan syahwat suaminya agar bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Tidak tergoda pada wanita-wanita lain yang mereka temui. Tidak terbujuk bisikan syaitan untuk melampiaskan syahwatnya pada mereka yang tidak halal. Syahwat adalah fitrah semua manusia. Kebutuhan yang tidak dapat dikesampingkan keutamaannya. Karenanya, tugas seorang istri adalah memenuhi ajakan suami untuk beribadah tanpa sedikitpun niatan untuk menolaknya. Hal ini tentu berdampak baik pada tersalurkannya syahwat dalam bentuk ibadah. Penolakan istri tentu akan berakibat yang tidak baik bagi kelangsungan rumah tangga. Memancing kemarahan suami dan mempermudah syaitan untuk menggiringnya dalam kenistaan. Perihal ibadah suami istri ini, islam bahkan mengatur tata caranya yang bahkan menjadi tonggak penentu awal dari lahirnya generasi yang sholih dan sholihah. Yakni diawali dengan membaca basmalah dan do’a jima’.
5. Wanita sholihah adalah mereka yang tidak melangkahkan kaki ke luar rumah melainkan sudah mendapatkan izin dari suaminya. Mengapa demikian? Sebab wanita adalah sarangnya fitnah. Keluarnya wanita dari rumahnya tanpa suaminya dan tanpa seizin suaminya merupakan tindakan memancing fitnah atas dirinya. Hal ini seringkali diabaikan oleh kaum istri. Padahal hal ini sangat riskan menjadi masalah awal perpecahan dalam rumah tangga. Istri adalah tanggung jawab suami, apa yang dilakukan istri juga merupakan tanggung jawab suaminya. Dan semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di yaumil hisab.
Sabda Rasulullah SAW: “Tidak halal bagi seorang istri mengizinkan (orang lain) memasuki rumahnya, sedang suaminya membencinya. Dan ia tidak boleh keluar rumah sedang suaminya tidak menyukainya (hal itu).” diriwayatkan oleh Thabrani.
Hadits tersebut juga dikuatkan oleh firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 33:
” Dan hendaklah kalian tetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat serta taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, wahai Ahlul Bait (keluarga Rasulullah dan istri-istrinya) dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.”

(Bersambung)

24 Juli 2013

Jalan yang Sama


Di awal perjamuan akbar itu, Aku selalu mengulang pertanyaan yang sama di dalam hati. Bahkan hingga acara usai dan ragaku telah berjalan meninggalkan petak demi petak tanah pusat menyatunya semangat. Untuk apa kami berkumpul di tempat ini? Orang sebanyak ini, apa yang Aku dan mereka cari?

Tepat sebulan yang lalu, tanggal 21 sampai dengan 24 Juni 2014. Kota Balikpapan, Kalimantan Timur ketambahan begitu banyak pendatang yang hampir berpenampilan sama antara satu dengan yang lainnya. Dari berbagai penjuru daerah di Indonesia. Baik dari pusat kota hingga dari daerah terpencil yang bahkan sangat sulit dijangkau dengan langkah. Pondok Pesantren Hidayatullah Pusat Balikpapan yang bertempat di kawasan Kelurahan Teritip, Balikpapan Timur, sontak kebanjiran warga dadakan. Dan Aku menjadi salah satu di antara ringsekan pendatang itu.

Sejak tanggal 21 Juni 2013, Aku ikut bergabung bersama rombongan untuk saling bersilatul ukhuwah dengan para saudara yang sebelumnya tak pernah kami kenali. Pun melepas rindu pada kawan lama yang dalam hitungan beberapa tahun terakhir tak pernah terdengar kabarnya. Hampir semuanya sudah menikah dan menjadi ibu. Ya, waktu memang cepat mendewasakan kami. Rasanya, baru saja aku lepas seragam sekolahku. Bukan hanya itu, guru-guru yang sudah bersedia membentuk karakterku hingga saat inipun masih ramah seperti dulu. Banyak di antaranya yang bahkan terlihat semakin cantik di usianya yang sudah tidak lagi muda. 

Jama'ah di Masjid Ar-Riyadh by Muh. Abdus Syakur

Pening, pusing! Itu kesan pertamaku. Jujur saja, aku tidak terbiasa melihat ummat yang berkumpul dengan jumlah yang sedemikian besarnya. Padahal di awal-awal itu yang datang baru sebagiannya, sepanjang acara masih banyak saudara yang datang berangsur-angsur hingga mencapai jumlah kurang lebih 6000 orang. Subhanallah!! Lagi-lagi Aku bertanya: Apakah hanya karena acara Silaturrahim Nasional dan Milad ke-40 Hidayatullah sebagai salah satu Organisasi Masyarakat di Indonesia yang menjadi penyebab berkumpulnya kami?



Berawal dari rangkaian acara Rapat Kerja Nasional Pengurus Pusat, Wilayah dan Daerah Muslimat Hidayatullah yang bertujuan untuk semakin merapatkan barisan para ummahat untuk bersama mewujudkan peradaban Islam dengan penyatuan Visi dan Misi yang akan dijalankan. Kami mendapatkan banyak suntikan semangat oleh para Ustadz dan Ustadzah yang sudah malang-melintang dalam jalan dakwah ini. Lika-liku perjuangan yang Subhanallah dahsyat dengan rupa pertolongan Allah yang mengundang decak. Allah itu dekat dengan orang-orang yang berjuang di jalan-Nya, menjadi penggerak dan penerus risalah perjuangannya hingga menggapai cita-cita mulia: Islam tegak di Bumi-Nya


Kita memang tidak boleh fanatik buta, terlalu mencintai suatu ormas yang kita yakini dan tidak menerima masukan dan bahkan tidak berkawan dengan ormas lainnya. Saling membenci, saling menjatuhkan, itu yang harus dihindari dan dibentengi. Tidak boleh merasa diri yang paling benar. Sebab nyatanya kebenaran mutlak hanya dimiliki oleh-Nya. Semua pendakwah memiliki metode dakwahnya masing-masing, yang terpenting adalah harus sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Ummat membutuhkan orang-orang yang dapat menggandeng mereka dan memahamkan apa yang belum mereka ketahui sebelumnya. Bukan dengan cara yang kasar. Bukan dengan cara yang brutal dan bukan dengan cara yang frontal. Hidayatullah ada dalam jalan pendidikan, tarbiyah. Dakwah dengan pendidikan dan pendekatan kepada masyarakatlah yang menjadi tombaknya. Lalu ada saja pertanyaannya: Mengapa itu begitu? Mengapa ini begini? Ya, begitulah. Manusia memang tak luput dari salah. Kekhilafan pada pribadi manusia, janganlah dikaitkan dengan ormas yang menjadi labelnya. Sekalipun efeknya memang saling berimbas. Dan kurasa, ini masalah yang umum dialami oleh semua ormas yang ada. Begitu juga dengan Hidayatullah. Pendakwah juga manusia!


Wawasan kelembagaan Hidayatullahku memang masih sangat minim. Namun setidaknya ada spirit yang bisa kutangkap dari lembaga yang menaungiku kini. Betapa pentingnya kita hidup dalam jama'ah. Sebab jika kita berjama'ah, sulit bagi arus dunia melarutkan kita dalam keindahan fatamorgananya. Ada orang-orang yang selalu bersama dalam menuju-Nya. Mengingatkan ketika kita lupa, memiliki pandangan yang sama untuk menegakkan kalimat Allah di muka Bumi. Menjadikan keluarga sebagai ladang amal dan penegakan peradaban Islam. Muslimah yang bergerak di dalam keluarga untuk melahirkan generasi penerus yang berkualitas. Muslimah yang bahu membahu dalam penegakkan syariah. Dan yang saling menjalin persaudaraan karena Allah saja. 


Subhanallah! Decak kagum terus kudzikirkan menyaksikan lautan manusia yang memadati kampus peradaban islam yang sarat nilai-nilai ukhuwah islamiyah. Banyak cerita yang mengalir beriringan dengan jalan dakwah yang terlalui. Aku bertemu, berjabat tangan dan berangkulan dengan beberapa Ibu yang bersedia membagi kisah dakwah mereka sebagai suntikan semangatku. Betapa Rasulullahpun mengalami banyak goncangan dakwah yang tak menyurutkan langkah beliau demi tegaknya islam di Bumi ini. Lalu apalah kami? yang hanya menjadi bagian ummat yang rentang waktunya sangat jauh dari ketika beliau masih memimpin Islam. Namun nyatanya, berdakwah bukanlah hal mudah. Pengorbanan untuk pembuktian kecintaan terhadap Islam, dan penggadaian jiwa di jalan Allah ini memang besar. Namun, biar bagaimanapun ummat tetap membutuhkan uluran tangan kami. Transfer ilmu yang senyatanya mungkin mereka tidak ketahui sebelumnya. Tidak hanya korban perasaan, bahkan korban raga dan harta. Bagaimana bisa sebuah keluarga beranggotakan 8 jiwa dengan pendapatan bulanan hanya dengan Rp. 300.000. Membina puluhan bahkan ratusan muallaf yang juga hidup dengan keadaan yang sama "kurang"nya. Mengajar mengaji bagi anak-anak yang bahkan tidak bisa membeli peralatan mengajinya. Namun tetap bisa hidup dan merasa cukup bahkan terkadang merasa lebih kaya dari mereka yang secara kasat mata tampak hidup serba ada. 


Usai Rakernas Muslimat Hidayatullah, pembukaan Silatnas Hidayatullah dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2014. Ada beberapa nama pejabat yang turut mendukung terselenggaranya acara ini. Ada Bapak Jusuf Kalla, Awang Faroek Ishaq, dan nama-nama lain yang mengisi acara dengan bidangnya masing-masing. Seperti Prof. Dr. Muhammad Nuh, M.Sc, Dr. Adi Sasono, Prof. Dr. Didin Hafiduddin, M.Sc, Ketua KPK Abraham Samad, Ketua APKASI Isran Noor, Ketua DPD RI Irman Gusman, Prof. Dr. Mahfud MD, Chairul Tanjung, Dr. Adian Husaini, Prof. Dr. Abdul Kadir Gassing, Ketua Umum KNPI Pusat, dan lain lain.


Ya, dari mereka, Aku benar meyakini bahwa siapa yang menolong agama Allah, maka Allahpun akan turun tangan menolongnya. Bukan dari besaran Amplop yang diterima, namun dari besarnya rasa untuk bermanfaat bagi sesama. Jika kami ingin kaya, bukan dengan jalan ini caranya. Pastilah kami telah memilih menjadi karyawan dengan gaji di atas rata-rata. Kehidupan dunia memang penting dicari, namun kehidupan akhirat tidak boleh disingikiri. Jika keduanya sama berjalan dan saling berkaitan, maka Allah akan permudah segala kebutuhan yang ada di depan mata. 



Hanya 4 hari, namun membekas di hati. Sebab tanggal 24 Juni 2013, Aku dan rombongan sudah harus kembali beranjak meninggalkan tempat acara menuju ke tempat tugas. Sungguh, perjumpaan yang sangat berarti. Pertemuan ini menggumpalkan satu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sebelumnya di mana ia akan terus terpatri dalam hati. 


PIAGAM GUNUNG TEMBAK

Bismillaahirrahmanirrahiim
1. Bahwa membangun Peradaban Islam adalah jihad bagi setiap orang yang beriman.

2. Bahwa pusat Peradaban Islam adalah masjid. Oleh karena itu, setiap kader Hidayatullah wajib memakmurkan masjid sebagai pusat kegiatan ibadah, pusat pengembangan ilmu, pusat kebudayaan Islam, pusat pengembangan karakter dan kepemimpinan umat.

3. Bahwa setiap kader Hidayatullah wajib melaksanakan shalat berjamaah di masjid, melazimkan shalat nawafil, terutama qiyamul lail, membaca al-Qur'an dan melaksanakan amalan ibadah sesuai dengan ketentuan syari'ah.

4. Bahwa setiap kader Hidayatullah adalah generasi Rabbani yang wajib menghidupkan majelis ilmu, membangun tradisi keilmuan dan berdakwah menyebarkan Islam. Oleh karena itu kader Hidayatullah wajib berhalaqah sebagai sarana untuk melakukan transformasi ilmu, transformasi karakter dan transformasi sosial.

5. Bahwa kader Hidayatullah harus menjadi generasi yang berkarakter, peduli, suka menolong, gemar berkorban, tawadhu', militan, qana'ah, wara' dan mengutamakan kehidupan akhirat.

6. Bahwa setiap pemimpin dan kader Hidayatullah wajib menjadi teladan di tengah umat. Untuk itu setiap kader harus membangun soliditas jamaah dan ukhuwah Islamiyah.


Gunung Tembak, 24 Juni 2013
Atas Nama Seluruh Jamaah dan Kader Hidayatullah
1. Abdurrahman Muhammad (Pimpinan Umum)
2. Hamim Thohari (Ketua Dewan Syura)


3. Abdullah Ihsan (Ketua Majelis Pertimbangan Pusat)
4. Abdul Mannan (Ketua Umum)




Semoga Allah mengistiqomahkan kita semua, jiwa-jiwa yang menggadaikan jiwa dan raganya untuk berjuang di jalan Allah. Jalan yang telah diatur dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Semoga ukhuwah islamiyah selalu terjaga... Aaaamiin!

Artikel terkait: 
dan masih banyak artikel terkait lainnya.

21 Juli 2013

Ramadhan Kali Ini...

993315_537238986313389_1092090436_nRamadhan, dua tahun ini. Adalah momen yang menyimpan berjuta cerita penuh warna. Perjalanan hijrah yang menuai beragam jenis perjuangan. Sebelumnya, Ramadhanku selalu terisi oleh hal-hal yang berada pada lingkupku saja. Hal-hal yang kusenangi saja. Tidak pernah terfikir untuk mengisinya dengan bentuk kehidupan yang lainnya. Setelah menikah, semua berubah. Aku belajar untuk menjadi lebih matang bersama suamiku. Kami menikah di usia muda menurut banyak orang. Dan hal itu yang membuat kami belajar bahwa menjadi dewasa bersama, juga tak kalah indah dari yang menyatu setelah dewasa. Aku belajar menjadi ibu, menjadi istri, menjadi kawan dan juga menjadi rekan bagi suami dan anakku. Hari-hari yang sebelumnya tak pernah kumengerti kecuali ketika kuhadapi sendiri. Begitu juga dengan Ramadhan kali ini. 

Jika Ramadhan tahun lalu Aku masih berusaha beradaptasi dengan karier baruku sebagai seorang ibu, maka Ramadhan tahun ini 'agak' lebih bisa survive dengan usia Aqilah yang sudah menginjak bulan ke-14nya. Aktifitasku juga tidak hanya dalam lingkup rumah, tapi juga lingkup lingkunganku. Diamanahkan menjadi salah satu pengasuh di Ma'had Hidayatullah, kembali menjadi warna di kehidupanku. Terlebih lagi ketika Ramadhan tiba. Jika sebelumnya, selama sebelas bulan dalam satu tahun suamiku lebih banyak stay di rumah karena juga menjadi salah satu pengasuh Ma'had. Paling hanya sekali waktu bertugas mengisi ta'lim dan khutbah jum'at di luar Ma'had seperti di beberapa perusahaan dan Masjid di wilayah Kutai Barat hingga perbatasan Kalimantan Timur dan Tengah. Itupun hanya dalam hitungan jam dan tidak menginap. Ketika Ramadhan tiba, otomatis permintaan untuk mengisi ta'lim, imam tarawih dan kegiatan da'wah lainnya, menjadi meningkat dan menyita banyak waktu. Lebih dari 15 hari terjadwal untuk menginap di tempat tugasnya, dan beberapa hari diantar jemput. Otomatis, hal tersebut juga membawa pengaruh untukku dan Aqilah yang tidak terbiasa ditinggal lama olehnya. 

Dan jadilah, kegiatanku tanpa suami di sisi, menjadi warna tersendiri yang rasanya 'gado-gado'. Aqilah sakit, Aku sendiri juga sakit karena sedikit letih menyikapi kerewelan Aqilah. Tapi memang, berkah Ramadhan itu indah. Di hari-hari lain memang suamiku selalu ada di dekatku, di bulan Ramadhan saja kami berjauhan. Sebaliknya, saudara-saudara seiman dari berbagai kalangan yang sangat sulit dijamah pada bulan selain Ramadhan, malah erat berjabat dan peluk pada bulan Ramadhan. Mulai dari pejabat hingga masyarakat yang dekat. Mereka yang bahkan harus 'dikejar-kejar' untuk bisa ditemui di luar bulan Ramadhan, kini malah mendatangi kami dengan tangan terbuka lebar. Membawa tanda cinta dan kepeduliannya kepada anak-anak penerus generasi bangsa yang kami asuh. Mereka yang sebenarnya ingin kami kenali, malah terbuka untuk mengenal kami. Canda tawa dan kebersamaan yang terjalin tanpa mengenal kasta, tahta dan strata. Hanya satu kata yakni bersaudara lillaahi ta'aala

Dari Ramadhan yang lalu, hingga Ramadhan yang baru berlangsung di tahun ini. Dua Ramadhan yang kulewatkan tanpa kehadiran keluarga yang sejak lahirku menemani. Namun Allah mengganti kerinduanku itu dengan keluarga baru yang bahkan jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan keluarga kandungku. Disamping santri-santri yang sholih dan sholihah yang senantiasa mengajarkanku dan mengajakku untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Yang keluar dari lisan mereka bukanlah seperti apa bentuk 'baju baru' yang akan digunakan untuk hari raya seperti kebanyakan remaja seusia mereka. Atau apa 'menu' berbuka puasa serta di mana acara buka bersamanya. Bagi santri-santri asuhku, tiap hari pertanyaan yang terlontar tak lain adalah: Berapa banyak halaman Al-Qur'an yang telah berhasil ditartilkan? Berapa banyak hafalan ayat Al-Qur'an yang berhasil diulang? Sebab setiap hari di Ramadhan adalah hari-hari pengejaran target menuju satu cita-cita mulia. Yakni menjadi hamba yang bertaqwa. Aaaamiin!

Saudara-saudara baru kami itu datang dengan membawa senyum dan rasa kekeluargaan mereka, berbagi rezeki yang mereka kumpulkan selama sebelas bulan lamanya. Melaksanakan ifthar jama'i atau berbuka puasa bersama, shalat Maghrib berjama'ah, bertegur sapa, bertukar cerita tentang latar belakang masing-masing. Indah sekali rasanya. Hangat dan bersahabat! Melihat senyum bahagia di wajah para santri atas perhatian yang sekalipun hanya mereka dapatkan pada Ramadhan, rasanya Aku terharu. Ketika Ramadhan tiba dan hasrat ingin berkumpul bersama keluarga tidak dapat ditunaikan karena berusaha untuk mempergiat ibadah, Allah menggantinya dengan jenis kebahagiaan yang lainnya. Yang mungkin tidak akan didapatkan ketika kami berada bersama keluarga. 

Sungguh, kedatangan Ramadhan memang selalu dirindukan. Bulan yang istimewa, pengisi kekuatan rohani untuk melanjutkan kehidupan di tahun selanjutnya. Silatul ukhuwah, berbagi kebahagiaan, berbagi kasih, berlomba-lomba dalam kebaikan, saling meningkatkan kadar keimanan, semua rutinitas khas Ramadhan yang membuat Ramadhan begitu memesona. Membuat jiwa-jiwa yang mendengar lantunan takbir yang bergema bersahutan pertanda perginya tamu mulia, terharu dan dijejali rasa rindu untuk kembali bertemu. 

Semoga usia berkah hingga kembali bisa mereguk indahnya Ramadhan di tahun selanjutnya. Aaaamiin...

Hasil keakraban yang berhasil diabadikan dengan lensa...

IMG_0524IMG_0529IMG_0550IMG_0554IMG_0516
Semoga kita semua berhasil mendapatkan predikat taqwa dari-Nya... Aaamiin!
^_^

17 Juni 2013

Rinduku Tertunaikan

Alhamdulillah. Setelah pada hari-hari pertama tidak sempat mengungkapkan kebahagiaan berjumpa lagi dengan orang-orang yang kucintai, kini aku cukup bisa bernafas lega. Sebab di hari ketiga ini aku bisa mencurahkannya di sini. Dengan perjuangan yang lumayan menguras emosi dan tenaga, akhirnya kujejakkan juga kakiku di tanah Balikpapanku. Jam 04.15 tanggal 15 Juni 2013, tepat 8 jam perjalanan Kutai Barat - Balikpapan dengan menumpang APV milik Saradinda Travel plus diskon harga spesial. Subhanallah banget deh pokoknya. Haru dan senang, sukses mengalahkan penat dan ngantuk yang merasuki seluruh sendi-sendi tubuh. Menatap wajah Ibuku yang teramat sangat kucintai, merasakan kembali hangat senyum, sentuh dan sapanya. Sungguh nikmat Allah yang tidak akan bisa kudustai. Menghirup aroma ketangguhan dari lelaki terindah yang kupanggil Bapak, membuncahkan rindu yang kutahan sejak hampir enam bulan lamanya hanya bisa mendengarkan suaranya. Terlalu berlebihan ya? :D

Siang harinya, dengan perjuangan ekstra pula, aku dapat bertemu dengan Ibu-Ibu hebat dari IIDN Kaltim, Ada Mbak Tri Wahyuni, Mbak Tina, Mbak Nita, Mbak Syafalikah, Mbak Indah, dan yang lainnya. Subhanallah banget deh! Nyasar-nyasar gitu. Bapak yang sudah familiar dengan daerah kediaman Mbak Tina saja, masih tidak bisa meraba keberadaan basecamp-nya Kesha Myi Bento yang menjadi saksi pertemuan IIDN Kaltim. Sempat terbayang, seandainya aku memaksa menggunakan fasilitas angkutan umum untuk menjangkau rumah Mbak Tina. Duh, bisa ngesot deh! :P

Dan... Jadi juga kopdar IIDN Kaltim yang disambi dengan pelatihan Bento yang sangat kekeluargaan. Seneng deh pokoknya! Mau lagi... :D sayang gambarnya silau. Maaf ya, soalnya yang foto Ibu saya. Beliau belum pernah saya ajari potret memotret. hehe



Selanjutnya, hari kedua adalah hari pemenuhan hajat keluarga kecilku. Apalagi kalau bukan menunaikan list barang yang harus didapatkan di Balikpapan. Selain karena selisih harga yang lumayan antara Kutai Barat dan Balikpapan, juga karena ketersediaannya yang membuat aku dan suamiku bersepakat membeli barang tersebut di Balikpapan. Dan hey... Kacamata baruuuu!! Gadget baruuuu!! :P Entahlah nanti pulang ke Kutai Barat, bagaimana nasibnya. Isi kantong, isi ATM, semua sama. TERKURAS! 

Bayangkan saja, menemukan harga barang yang jauh lebih murah dibandingkan yang biasa kami beli itu rasanya WOW banget. Serasa banyak duit banget deh. Comot ini comot itu. Ya Allah, lucu deh pokoknya. Berasa banget "baru keluar dari hutan". Habis, Melak Kutai Barat itu bagiku "metropolitan" banget. Nggak ada barang murah. Jadi ya, gini deh imbasnya.

Well, tulisan ini hanya sekedar curhatanku saja. Bukan bermaksud apapun. ^^ So, sama-sama berdo'a ya, semoga segala yang kutunaikan di Balikpapanku, mendapatkan ridho dari-Nya. Aamiiin.



11 Juni 2013

Jangan Main-Main dengan Pak Po, Ya...

Bapakku adalah seorang yang sangat disiplin dan taat terhadap aturan pemerintah. Apalagi yang berhubungan dengan lalu lintas. Baik itu mengenai safety riding, kelengkapan surat-surat perjalanan, hingga rambu-rambu lalu lintas. Kesadaran akan pentingnya mematuhi tata tertib lalu lintas ini dilakukan Bapakku sekalipun beliau bukan berprofesi sebagai polisi. Hanya seorang karyawan biasa. Mungkin karena faktor pekerjaan yang menuntut beliau untuk memperhatikan keselamatan kerja, yang kemudian berimbas pada kehidupan sehari-harinya. 

Setiap sebelum mulai berkendara, beliau selalu memastikan kelengkapan kendaraan. Baik yang terpasang pada kendaraan, maupun yang berbentuk surat-surat. Entah itu SIM, STNK, KTP, apapun yang sekiranya berhubungan dengan dokumentasi kelengkapan perjalanan. Sekalipun jarak yang ditempuh hanya sebatas rumah dan pasar. Selain itu, safety ridingnya juga sangat beliau perhatikan. Helm full face, jaket kulit, sarung tangan, atau jika mengendarai kendaraan roda empat, safety belt tak pernah beliau anggurkan begitu saja. 

Wajar saja kemudian beliau menerapkan hal serupa pada aku dan kakak-kakakku. Menurut beliau, lebih baik tidak usah jalan ketimbang tidak melengkapi kelengkapan perjalanan. Antisipasi saja, sebelum kejadian yang tidak diinginkan benar-benar terjadi. Menurut beliau, malu karena kedapatan kena tilang polisi karena melanggar tata tertib lalu lintas itu lebih malu dibandingkan berjalan kaki tanpa alas. *heh, nyambung tidak ya?

Bahkan sekalipun belum bisa berkendara, kakak-kakakku sudah mengurus SIM terlebih dahulu. Jadi nanti kalau sudah bisa berkendara, atau masih dalam tahap belajarpun sudah tidak ilegal, bukan? Nah, kejadian ini nyatanya sudah mendarah daging pada diriku dan kakak-kakakku. Semenjak kakakku yang nomer 4 bisa berkendara dan memiliki SIM, rasanya kami senang bukan kepalang jika bertemu dengan polisi yang sedang berpatroli mememeriksa kelengkapan surat-surat para pengendara yang melintas pada suatu jalan. Kami bahkan mondar-mandir sampai 2 hingga 3 kali untuk melakukan pemeriksaan. Sekedar iseng sih, dan memanas-manasi para pengendara yang sembunyi karena tidak berani bertatap muka dengan para polisi-polisi itu. Apalagi mereka memang dalam keadaan tidak memiliki surat-surat yang lengkap. Bahkan ada yang spionnya hanya satu, ada yang tidak memasang plat, ada yang tidak memakai helm. Ya, hasilnya mereka berbalik arah dan tidak melanjutkan perjalanan, atau bahkan berpura-pura berbelanja di warung sekitar tempat razia guna menghindari sergapan Pak Polisi. Menurut mereka, dari pada uang melayang, lebih baik kucing-kucingan.

Yang paling kuingat, dari setiap kali perburuan "razia" yang aku dan kakakku lewati, suatu kali ketika seorang polisi mendapati kami berkali-kali lalu lalang melewati pemeriksaan. Dengan gemas polisi itu berkata, "Dek, kalau surat-suratnya sudah lengkap, nggak usah periksa berulang-ulang ya." Dengan tatapan yang sangat jelas bisa dibaca bahwa sebenarnya mungkin Pak Polisi itu ingin berkata, "Kalau sekali lagi lewat, dapat hadiah tilang juga nih Dek." *karena disinyalir mempermainkan tugas Polisi, dong. ^^

Setelah itu, kapok deh main-main sama Pak Po. :)

Tulisan ini diikutkan dalam GA "5 Tahun Merantau"