15 Mei 2013

FF2in1 (2) Beri Aku Waktu

"Kenapa harus secepat ini sih, Bun?" sungutku. 
"Berikan keputusan dong, Na." kata-kata tegas Bunda menyentakku.
Bunda nampak menarik nafasnya dan menghempasnya utuh. "Rafa itu sudah seringkali main ke rumah, Nak. Hampir setiap hari. Membawa ini dan itu. Bunda risih, Nak! Malu sama tetangga."

Ya, memang benar apa yang dikatakan Bunda. Lagipula keterlaluan juga si Rafa tuh. Masa iya tiap hari datang ke rumah. Padahal baru seminggu yang lalu, pertama kali berkenalan dengannya. Pakai acara menyogok pula. Hari pertama ke rumah, dia bawa novel tentang persahabat dan semangat. Bagus sih novelnya, senenglah dikasih. Besoknya dia datang lagi bawa bakso. Nggak bisa nolak, dong. Besoknya lagi bawa brownies. Haduh, takut aja kalau sampai dijampi-jampi. 

Belum berhenti sampai di situ, Rafa juga sudah mengutarakan maksudnya untuk meminangku. Hebat sekali dia langsung menyampaikannya pada Ayah dan Bunda. Tanpa sepengetahuanku. Kalau yang ini sih namanya lancang. 

"Bunda, Naya baru kenal Rafa tuh seminggu ini lho! Masa iya mau langsung nikah. Naya perlu kenal keluarganya. Naya butuh tau latar belakangnya. Masa iya cuma gegara Naya nemukan dompetnya di restoran, dia mau nikahin Naya. Enak banget! Gimana kalau dia itu preman? Gimana kalau dia itu koruptor? Atau..."
"Hussst! Nggak boleh berfikiran buruk sama orang."
"Naya butuh waktu, Bunda. Lagipula Naya nggak ada perasaan apa-apa sama dia."
"Kalau begitu segera putuskan. Agar dia berhenti sebelum melakukan pengorbanan yang lebih banyak lagi."
"Ya udah, Naya nolak nih!" aku menjawab sekenanya. 
"Kalau memang kamu masih butuh kenal lebih jauh, utarakan. Bunda hanya takjub saja. Ada anak laki-laki yang berani melamar kamu hanya dalam satu minggu kenal. Bahkan dia tidak berani menemui kamu di luar rumah. Sekalipun Bunda sudah memberi tau alamat kantor kamu, bahkan restoran langgananmu."
"Masa' Bun?"
Bunda mengangguk.
"Bunda nggak nanya kenapa dia bisa kekeuh ngelamar Naya?" 
"Katanya, dia sudah bertekad untuk tidak pernah pacaran sebelum menikah. Dan kamu adalah perempuan pertama yang buat dia ingin pacaran setelah menikah. Itu saja."
"Memangnya Bunda nggak bilang kalau waktu seminggu ini sangat, sangat singkat untuk menjadi landasan pernikahan?"
"Bunda tanya. Ayah juga," sampai disini Bunda menatapku lekat. "Katanya, untuk saling mengenal dan saling mencintai memang membutuhkan waktu yang tidak singkat. Namun setelah menikah, dia yakin kalian akan punya banyak waktu untuk saling mengenal dan mencintai dengan ikatan yang telah halal. Rafa juga bilang, dia memang bukan seseorang yang sempurna, dan dia juga yakin kamu bukan orang yang sempurna. Namun dia yakin di balik ketidak sempurnaan itu, kalian bisa saling melengkapi."
"Tapi Naya belum yakin, Bunda."
"Pernikahan juga tidak mungkin digelar secepat ini, Naya. Perbanyak do'a. Kalau jodoh, dekatkanlah. Kalau bukan, jauhkanlah. Jangan menentang takdir. Kalau memang dia jodohmu, nggak akan bisa ditolak. Tapi kalau memang tidak, akan ada seribu satu cara untuk menggagalkannya."
"Naya butuh waktu, Bunda."
"Selalu ada waktu untukmu, Sayang. Yakinlah bahwa Allah pasti akan pilihkan yang terbaik."

Aku menunduk dalam isak. Ada sebutir hangat yang menyeruak begitu mendengar namanya. "Bunda, Rafa datang!"



0 komentar:

Posting Komentar

Mohon tinggalkan jejak anda di sini ya... :D